Strategi dan Proses Kewirausahaan
A.
Strategi Pengembangan Kewirausahaan
a.
Strategi Bersaing dalam Kewirausahaan
Tidak dapat disangkal lagi bahwa kelangsungan perusahaan
sangat bergantung pada ketahanan wirausaha dalam meraih keunggulan dan bersaing
melalui strategi yang dimilikinya. Strategi perusahaan adalah cara-cara
perusahaan menciptakan nilai melalui konfigurasi dan koordinasi aktivitas
multi-pemasaran.
Dalam manajemen perusahaan modern saat ini, telah terjadi
pergeseran strategi, yaitu dari strategi memaksimalkan keuntungan pemegang
saham (mencari laba perusahaan) menjadi memaksimalkan keuntungan bagi semua
yang berkepentingan dalam perusahaan (stakeholder), yaitu individu atau
kelompok yang memiliki kepentingan dalam kegiatan perusahaan. Kelompok ini
tidak hanya terdiri atas pemegang saham, tetapi juga karyawan, manajemen,
pembeli, masyarakat, pemasok, distributor, dan pemerintah. Akan tetapi, konsep
laba tidak dapat dikesampingkan dan merupakan alat penting bagi perusahaan
untuk menciptakan manfaat bagi para pemilik kepentingan.
Menurut teori strategi dinamis dari Porter (1991), perusahaan
dapat mencapai keberhasilan apabila memenuhi tiga kondisi. Pertama,tujuan
perusahaan dan kebijakan fungsi-fungsi manajemen (seperti produksi dan
pemasaran) harus secara kolektif memperlihatkan posisi terkuat dipasar.
Kedua,tujuan dan kebijakan tersebut ditumbuhkan berdasarkan kekuatan perusahaan
serta diperbarui terus (dinamis) sesuai dengan perubahan peluang dan ancaman
lingkungan eksternal. Ketiga,perusahaan harus memiliki dan menggali kompetensi
khusus sebagai pendorong untuk menjalankan perusahaan.
Dalam menghadapi persaingan yang semakin kompleks dan krisis
eksternal, perusahaan kecil dapat menerapkan teori “strategi berbasis sumber
daya” (resources-based strategy). Teori ini dinilai potensial untuk memelihara
keberhasilan perusahaan ketika berada dalam situasi eks-ternal yang bergejolak.
Menurut teori ini, perusahaan dapat meraih keuntungan melalui penggunaan sumber
daya yang lebih baik, yaitu dengan: (1) pola organisasi dan administrasi yang
baik; (2) perpaduan aset fisik berwujud, seperti sumber daya manusia dan alam,
serta asset tidak berwujud, seperti kebiasaan berpikir kreatif dan keterampilan
manajerial; (3) budi daya perusahaan; (4) proses kerja dan penyesuaian yang
cepat atas tuntutan baru.
1.
Teori Strategi Generik dan Keunggulan Bersaing
Dalam karyanya yang paling terkenal Competitive
Strategy,Michael P. Porter (1997 dan 1998) mengungkapkan beberapa strategi yang
dapat digunakan perusahaan untuk bersaing. Beberapa aspek inti dari teori
Porter adalah: (1) persaingan merupakan inti keberhasilan dan kegagalan; (2)
keunggulan bersaing dan berkembang dari nilai yang mampu diciptakan oleh
perusahaan bagi langganan atau pembeli; (3) ada dua jenis dasar keunggulan
bersaing, yaitu biaya rendah dan diferensiasi; (4) kedua jenis dasar keunggulan
bersaing tersebut menghasilkan tiga strategi generic (Porter, 1997).
a. Biaya Rendah
Strategi ini mengandalkan keunggulan biaya yang relatif rendah
dalam menghasilkan barang dan jasa. Keunggulan biaya berasal dari pengerjaan
berskala ekonomi, teknologi milik sendiri, dan akses prefensi ke bahan baku.
b. Diferensiasi
Strategi ini berasal dari kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan barang dan jasa yang unik dalam industrinya dan dalam semua
dimensi umum yang dihargai oleh konsumen. Diferensiasi dapat dilakukan dalam
beberapa bentuk, antara lain diferensiasi produk; diferensiasi sistem
pe-nyerahan/penyampaian produk; diferensiasi dalam pendekatan pemasar-an;
diferensiasi dalam peralatan dan konstruksi; diferensiasi dalam citra produk.
c. Fokus
Strategi fokus berusaha mencari keunggulan dalam segmen sasaran
pasar tertentu meskipun tidak memiliki keunggulan bersaing secara keseluruhan.
Adadua fokus, yaitu: (1) fokus biaya, dilakukan dengan mengusahakan keunggulan
biaya dalam segmen sasarannya; (2) fokus diferensiasi, dilaku-kan dengan
mengusahakan diferensiasi dalam segmen sasarannya, yaitu pembeli dengan
pelayanan yang baik dan berbeda dengan yang lain.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi
generic pada dasarnya merupakan pendekatan yang berbeda untuk menciptakan
keunggulan. Melalui keunggulan bersaing, perusahaan dapat memiliki kinerja di
atas rata-rata perusahaan lain. Keunggulan bersaing merupakan kinerja
perusahaan yang dapat tampil di atas rata-rata.
2.
Strategi The New 7-S’s (D’Aveni)
Konsep The New 7-S’satau 7 kunci keberhasilan perusahaan dalam
lingkungan persaingan yang sangat dinamis, meliputi pokok-pokok dasar berikut.
a. Superior
stakeholder satisfaction, bertujuan memberikan kepuasan jauh di atas rata-rata
kepada orang-orang yang berkepentingan terhadap perusahaan, tidak hanya
pemegang saham, tetapi juga pemasok, karyawan, manajer, konsumen, pemerintah,
dan masyarakat sekitarnya.
b. Soothsaying,berfokus
pada sasaran, artinya perusahaan harus mencari posisi yang tepat bagi produk
dan jasa yang dihasilkan perusahaan.
c. Positioning
for speed, yaitu strategi dalam memosisikan perusahaan secara cepat di pasar.
d. Positioning
for surprise, yaitu membuat posisi yang mencengangkan melalui barang dan jasa
baru yang lebih unik dan berbeda serta mem-berikan nilai tambah baru sehingga konsumen
lebih menyukai barang dan jasa yang diciptakan perusahaan.
e. Shifting
the role of the game, yaitu mengubah pola-pola persaingan perusahaan yang
dimainkan sehingga pesaing terganggu dengan pola-pola baru yang berbeda.
f. Signalling
strategic intent, yaitu mengutamakan perasaan. Kedekatan dengan karyawan,
relasi, dan konsumen merupakan strategi yang ampuh untuk meningkatkan kinerja
perusahaan.
g. Simultaneous
and sequential strategic thrusts, yaitu mengembangkan faktor-faktor pendorong
atau penggerak strategi secara simultan dan berurutan melalui penciptaan barang
dan jasa yang selalu memberi kepuasan kepada konsumen.
B.
Model Proses Kewirausahaan
David C. McClelland (1961: 207) mengemukakan
bahwa entrepre-neurship memiliki dua karakteristik, yaitu peranan perilaku
perusahaan (entrepreneurial role behavior) dan (interest in entrepreneurial
occupations). Kedua karaktersitik tersebut dipengaruhi oleh achievment,
optimism (other value attitudes),dan entrepreneurial status or succes.
Peranan perilaku kewirausahaan
(entrepreneurial role behavior) me-nurutnya, memiliki ciri moderate
risk-taking, energetic, individual respon-sibility, knowledge of results of
decisions, anticipation of future possibilities, and organizational skills.
Menurut McClelland, interest in
entrepreneurial occupations merupa-kan fungsi dari prestige and
riskiness.Selanjutnya, menurut karya CarolNoore yang dikutip oleh Bygrave
(1996: 3), proses kewirausahaan terbentuk berdasarkan proses yang berasal dari
pribadi, organisasi (kelompok), dan keluarga, serta lingkungan. Dalam bagan
proses kewirausahaan, Carol Noore menggambarkannya sebagai berikut
Bagan di atas menunjukkan bahwa proses
kewirausahaan dipengaruhi oleh nilai-nilai pribadi, sosiologi, organisasi, dan
lingkungan. Inovasi dipengaruhi oleh nilai-nilai pribadi, pencapaian,
pendidikan, pengalaman, peluang, model peranan kreativitas yang berasal dari
pribadi, yang juga sebagai pemicu kewirausahaan.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas,
jelas bahwa kewira-usahaan (entrepreneurship) merupakan bentukan dari sifat,
watak, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh seorang wirausaha, sedangkan
entrepreneur lebih mengarah pada perilaku orang atau pengusaha (Schumpeter,
1934; McClelland, 1961; Yuyun Wirasasmita, 1992; Dun Steinhoff, 1993; Wiliam D.
Bygrave, 1996).
a. Nilai-nilai
Kewirausahaan
Banyak ahli telah mengemukakan konsep nilai, meskipun di
antara mereka masih terdapat perbedaan. Perbedaan pengertian ini menarik untuk
ditelaah, tetapi di balik perbedaan itu terdapat kesamaan definisi yang sangat
menonjol. Clyde Kluckhohn (1951: 395) berpendapat bahwa nilai adalah konsepsi
yang jelas, tersurat, dan tersirat dari seseorang atau kelompok tertentu
mengenai yang seharusnya diinginkan yang meme-ngaruhi pemilihan sarana dan
tujuan tindakan.
Milton Rockeach (1973: 5) beranggapan bahwa nilai adalah
keyakinan abadi dan cara bertindak yang khas atau tujuan hidup yang
bertentangan atau berlainan. Adapun Geert Hofstede (1980: 10) menyatakan bahwa
nilai merupakan kecenderungan umum untuk lebih menyukai atau memilih keadaan-keadaan
tertentu dibandingkan dengan yang lain. Pandangan ini sejalan dengan pandangan
Dalton E. McFachland yang melihat nilai sebagai kombinasi ide dan sikap yang
mencerminkan peringkat pilihan, prioritas, motif seseorang (Reading S.G. dan Casey,
1978: 8).
Apabila kita lihat definisi nilai dari George England (1974:
2) bahwa nilai merupakan kerangka kerja konseptual yang secara relatif bersifat
permanen, kerangka kerja tersebut membentuk dan memengaruhi hakikat perilaku
perseorangan.
Salah satu teori yang membantu untuk memahami nilai-nilai
kewira-usahaan yang dimiliki pengusaha kecil adalah teori Maslow. Abraham H.
Maslow (1954) menekankan dua ide dasar, yaitu (1) orang mempunyai berbagai
kebutuhan, tetapi hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang dapat memengaruhi
perilaku manusia; (2) kebutuhan manusia dikelompokkan dalam sebuah hierarki
kepentingan. Jika satu kebutuhan terpenuhi, kebutuhan lain yang tingkatannya
lebih tinggi akan muncul dan memerlukan pemuasan (Kotler, 1988: 247)
Apabila dalam konsep nilai seperti yang dikemukakan oleh para
ahli tersebut merupakan bentukan peringkat pilihan, prioritas, motif, atau ide,
nilai kewirausahaan akan tercermin dalam sikap dan sifat kewirausahaan, yaitu
sifat keberanian, keutamaan, keteladanan, dan semangat yang ber-sumber pada
kekuatan sendiri dari seorang pendekar kemajuan (Suparman Sumahamidjaja, 1980).
Nilai-nilai kewirausahaan identik dengan konsep nilai manajer
Indo-nesia yang dikemukakan oleh Andreas A. Danandjaja (1986), Andreas Budihardjo
(1991), dan Sidharta Poespadibrata (1993). Nilai-nilai tersebut dikelompokkan
menjadi dua kelompok, yaitu nilai pribadi dikelompok-kan menjadi dua, yaitu
nilai primer pragmatik dan nilai primer moralistik. Nilai primer pragmatik, di
antaranya perencanaan, prestasi, produktivitas tinggi, kemampuan, kecakapan,
kreativitas, kerja sama, dan kesempatan. Selanjutnya, nilai moralistik meliputi
keamanan dan jaminan, martabat pribadi, kehormatan, dan ketaatan. Seperti
halnya nilai manajerial yang dikemukakan oleh para ahli ter-sebut, nilai-nilai
kewirausahaan lebih tampak dalam nilai primer pribadi daripada nilai kelompok,
baik nilai primer pribadi yang bersifat pragmatic maupun nilai pribadi yang
bersifat moralistik. Nilai pribadi yang bersifat pragmatik kewirausahaan
dicirikan oleh kemampuan untuk melakukan usaha-usaha yang bersifat kerja keras,
tegas, mengutamakan prestasi, keberanian dalam mengambil risiko yang paling
moderat, produktivitas, kreativitas, inovatif, kualitas kerja komitmen, dan
selalu mencari peluang. Nilai yang bersifat moralistik tercermin dalam
keyakinan atau percaya diri, kehormatan, kepercayaan, kerja sama, kejujuran,
keteladanan, dan keutamaan.
b. Perilaku
Kewirausahaan
Apabila perilaku merupakan bentukan dari nilai, para ahli
telah menempatkan studi motivasi dan kebutuhan pada pola-pola perilaku (McClelland,
1981). Menurut Martin L. Maehr (1973), ada tiga strategi yang dapat ditelusuri
untuk menjelaskan motivasi.
Strategi pertama,dapat digambarkan sebagai berikut.
C -> P -> M
C adalah budaya (culture) atau pengalaman belajar
kemasyarakatan yang diberikan oleh lingkungan tempat seseorang berkembang.
Padalah kepribadian (personality) atau beberapa watak asli yang diduga akan tampak
jika menghadapi situasi tertentu. Madalah kecenderungan bertindak (motivation)
yang terlihat dalam berbagai situasi yang peri-lakunya disebut motivasi. Strategi
pertama menunjukkan bahwa pendidikan dan pengalaman berpengaruh pada
kepribadian atau watak asli. Watak asli berpengaruh pada perilaku dan motivasi.
Strategi kedua,dapat digambarkan sebagai berikut.
S -> (P) -> M
S adalah situasi (situation) atau konteks yang berpengaruh
terhadap motivasi. (P)adalah kepribadian (personality) ditempatkan dalam tanda kurung,
yang menunjukkan bahwa dalam pola ini secara relatif variabel ke-pribadian
tidak penting. Diperkirakan minatnya terarah pada aspek S yang langsung
berpengaruh pada aspek M, yaitu pola perilaku yang terlihat.
Strategi ketiga, menggambarkan kombinasi dari kedua strategi
terdahulu. Strategi ini dapat digambarkan sebagai berikut.
C -> P -> S = M
Hal inimenggambarkan bahwa belajar dari lingkungan (C)akan membentuk
watak-watak kepribadian tertentu (P)dan pola-pola ini menghasilkan perilaku
motivasi yang berbeda (M)bergantung pada situasi atau konteks (S).
Baik strategi pertama, kedua maupun ketiga menggambarkan
pe-ngaruh pengalaman dan belajar terhadap kepribadian serta pengaruh kepribadian
terhadap perilaku.
Ahli lainnya yang mengemukakan tentang perilaku adalah Martin
L. Maehr. Ia menyatakan bahwa motif berprestasi diartikan sebagai perilaku yang
timbul karena melihat standar keunggulan, sehingga dapat dinilai dari segi
keberhasilan dan kegagalan.
Taksonomi pola-pola perilaku di atas secara khas menghasilkan rumusan
motivasi yang meliputi kebiasaan yang mudah dikenali, seperti perubahan arah
tujuan/pilihan, keuletan, dan variasi penampilan. Pola-pola taksonomi juga
menunjukkan bahwa kecenderungan bertindak pada wirausaha dipengaruhi oleh
kepribadian, sedangkan kepribadian tersebut dipengaruhi oleh pengalaman
belajar.
Seseorang tidak akan berprestasi seandainya tidak berada dalam
kon-teks sosial. Artinya, pranata-pranata sosial akan menentukan prestasi dan perilaku
seseorang. Perilaku-perilaku tersebut dipengaruhi oleh pedoman, pengharapan,
dan nilai-nilai kelompok. Perubahan peran dalam sistem status memengaruhi
motivasi berprestasi (Marten L. Maehr dan McNelly, 1969). Dengan demikian, jiwa
kewirausahaan dipicu oleh nilai-nilai individu dan nilai-nilai kelompok. Banyak
wirausaha yang sukses dipengaruhi oleh suasana keluarga pada masa kecil (Ahmad
Sanusi, 1995: 25).
Hubungan nilai kewirausahaan dengan perilaku kewirausahaan
dalam bentuk yang lebih operasional, Kathleen L. Hawkins dan Peter A. Turla
(1986), membaginya dalam beberapa kelompok, meliputi:
·
kepribadian, aspek ini dapat diamati dari segi
kreativitas, disiplin diri, kepercayaan diri, keberanian dalam menghadapi
risiko, memiliki dorongan, dan keinginan yang kuat;
·
kemampuan/hubungan, operasionalnya dapat dilihat
dari indicator komunikasi dan hubungan antarpersonal, kepemimpinan, dan
mana-jemen;
·
pemasaran, meliputi kemampuan dalam menentukan
produk dan harga, periklanan, dan promosi;
·
keahlian dalam mengatur, operasionalnya
diwujudkan dalam bentuk penentuan tujuan, perencanaan, dan penjadwalan, serta
pengaturan pribadi;
·
keuangan, indikatornya adalah sikap terhadap
uang dan cara mengatur uang.
Dengan demikian,cukup jelas bahwa peranan wirausaha adalah inovator
dalam mengombinasikan sumber-sumber bahan baru, akses pasar baru, dan pangsa
pasar baru (Schumpeter, 1934). Ibnu Soedjono (1993) menamakan peran tersebut
dengan enterpreneurial action. Wirausahalah yang membuka peluang baru, cakupan
usaha baru yang menentukan kemandirian dan keberhasilan usaha. Dengan metode
dan teknik baru yang lebih efisien, usaha kecil dapat meningkatkan
kemandiriannya.
Enterpreneurial action(perilaku kewirausahaan) terbentuk atas
dasar persamaan:
EA = f (PR, C, I, E)
Di mana:
EA= Enterpreneurial Action
PR= Property Right
C = Competency/Ability
I = Incentive
E = External Environment
Dalam persamaan tersebut, tampak adanya hubungan fungsional, yaitu
entrepreneurial activity(EA) merupakan fungsi dari property right(PR), competency/ability(C),
incentivedan external environment(E). Diterimanya affective abilitiesdi samping
cognitive abilitiessebagai bagian pendekatan entrepreneurial.
Affectivebilitiesmencakup sikap, nilai, aspirasi, perasaan, dan emosi, yang
tentunya berkaitan dengan kondisi lingkungan dengan segala ekspresinya.
Sumber : Kewirausahaan, Teori dan Praktik (Dr. H. A. Rusdiana, Drs., M.M.)
Sumber : Kewirausahaan, Teori dan Praktik (Dr. H. A. Rusdiana, Drs., M.M.)
Comments
Post a Comment