A. Tarif Pajak
Ada
dua jenis tarif pajak pengahsilan pasal 22, yaitu atas impor dan atas pembelian
barang yang dibiayai oleh APBN atau APBD,
1.
Atas Impor
a.
Menggunakan API (angka pengenal impor) : 2,5% x nilai impor
b.
Tidak menggunakan API :
7,5% x nilai impor
c.
Tidak dikuasai :
7,5% x harga jual lelang
Nilai
impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk
besarnya :
CIF + BM + Pemungutan Pabean Lainnya
2.
Atas pembelian barang yang dibiayai dengan APBN dan APBD
besarnya :
15% x Harga Pembelian
3.
Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang
oleh:
a.
Badan Usaha yang bergerak di bidang
1)
industri otomotif
: 0,45% dari dasar pengenaan pajak PPN
2)
Industri rokok :
0,1% dari harga banderol
b.
Pertamina dan badan usaha
1)
SPBU swastanisasi : 0,3% dari penjualan
2)
SPBU dari pertamina : 0,25% dari penjualan
c.
Badan Urusan Logistik (BULOG)
Untuk
PPh pasal 22 yang dipungut oleh pertamina dan badan usaha yang bergerak di
bidang bahan bakar minyak, serta oleh BULOG merupakan pemungutan yang sifatnya
FINAL.
B. Saat Terutang dan Dilunasi
Dalam pajak penghasilan pasal 22 telah ditentukan tentang waktu diperhitungkannya dan saat pelunasannya, yaitu:
ü Atas impor bersamaan dengan saat pembayaran bea masuk
ü Apabila pembayaran bea masuk ditunda atau dibebaskan, maka terhutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen PIUD (Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai).
ü Atas pembelian barang oleh bendaharawan terhutang dan dipungut pada saat dilakukan pembayaran.
ü Atas penjualan hasil produksi dipungut pada saat penjualan
ü Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh pertamina atau BULOG, dipungut pada saat penerbitan surat perintah pengeluaran barang (DO/delivery order)
C. Pelaksanaan Pemungutan dan Penyetoran
Dalam pajak penghasilan pasal 22 telah ditentukan tentang waktu pemungutan dan saat penyetoran, yaitu:
1. Atas impor dipungut oleh Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC)
ü pelunasan yang disetor importir ke Bank Devisa
ü dipungut dan disetor oleh DJBC (Impor tanpa LKP)
2. Atas penyerahan barang, kepada :
ü Direktorat Jenderal Anggaran
ü Bendaharawan (pusat dan daerah)
ü BUMN dan BUMD Dengan cara:
a) Pemungutan PPh pasal 22
b) Disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke :Bank persepsi atau Kantor pos dan giro
3. Atas penjualan hasil produksi
Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, rokok, kertas, baja dan otomotif, dipungut dan disetor oleh badan usaha ke : Bank persepsi atau kantor pos dan giro
4. atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang : Pertamina dan BULOG penunasan yang disetorkan oleh penyalur dan atau agen ke bank persepsi atau kantor pos dan giro
5. Bukti pemotongan
Pemungutan (DBJC Dan usaha) wajib menerbitkan bukti pemungutan rangkap 3 (tiga) didistribusi:
a. untuk pembeli
b. laporan ke Direktorat Jenderal Pajak
c. Arsip pemungutan
6. Penyetoran
a. DJBC dan badan usaha dilakukan secara kolektif menggunakan SPP
b. Oleh importer
c. DJA, bendaharawan, BUMN dan BUMD
d. BULOG dengan menggunakan permulir SPP
Contoh:
1. PT Mandiri mengimpor hasil perkebunan dari India dengan CIF sebesar US$ 100.000. Bea masuk 5% dari CIF dan terkena pungutan 0.5% dari CIF
Kurs umum pada saat itu US$ 1 = Rp 9.900
Kurs menurut SK MenKeu US$ 1 = Rp 9.000
Hitung PPh 22 jika PT Mandiri :
a. memiliki API
b. tidak memiliki API
Pembahasan:
a. C.I.F US$100.000,00 X Rp9.000,00 = Rp 900.000.000,-
Bea masuk 5% = Rp 45.000.000,-
Pungutan resmi 0,50% = Rp 4.500.000,-
Nilai impor = Rp 949.500.000,-
Besarnya PPh pasal 22 adalah :
2,50% x Rp 949.500.000 = Rp 23.737.500,-
b. C.I.F US$100.000,00 X Rp9.000,00 = Rp 900.000.000,-
Bea masuk 5% = Rp 45.000.000,-
Pungutan resmi 0,50% = Rp 4.500.000,-
Nilai impor = Rp 949.500.000,-
Besarnya PPh pasal 22 adalah :
7,50% x Rp 949.500.000 = Rp 71.212.500,-
Comments
Post a Comment